Memilih usaha ternyata tidak harus dari sesuatu yang besar. Banyak peluang bisa diperoleh justru dari sesuatu yang nampak sepele. Misalnya, beternak ikan lele. Ikan berkumis ini memang masih dipandang sebelah mata oleh pebisnis. Padahal, keuntungan yang dijanjikan cukup besar. Gerai supermarket hingga warung tenda di pinggir jalan butuh pasokan lele dalam jumlah banyak secara rutin.
Prospek cerah usaha lele tidak disia-siakan oleh Franky Maradonna, mahasiswa Program Studi Administrasi Negara. Bersama dua orang kerabatnya Angga Susanto, mahasiswa Program Studi Administrasi Negara dan Putry Nurhaeni, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, merekapun memulai bisnis ini.
Ketiadaan modal, tak melunturkan semangat mereka. Program Kegiatan Mahasiswa Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), jadi kesempatan untuk mengajukan proposal kewirausahaan mengenai ternak Lele Sangkuriang di lahan sempit dengan pengelolaan limbah organik. Karena dinilai konsep yang dibuat baik dan usaha yang ingin dirintis adalah usaha produktif, Dikti pun menerima proposal tersebut. Kini mereka mendapatkan dana hibah untuk merintis usaha.
Saat ditanya kenapa Lele Sangkuriang yang diternak, Frankypun menjawab, “Lele Sangkuriang selain proses pembesaran lebih cepat dibandingkan dengan lele yang lain, pakannyapun juga lebih mudah bisa menggunakan limbah peternakan, limbah pemindangan, dan limbah pabrik roti dengan harga murah, sehingga biaya pemberian pakan dapat berkurang dan menghasilkan keuntungan yang besar,” paparnya.
Ternak lele, lanjut Frangky, tidak membutuhkan banyak oksigen seperti ikan Gurame. Airnya pun tidak harus pada air yang mengalir. Kolam lele tidak harus menggunakan tanah yang digali tetapi dapat menggunakan terpal berukuran 2x3 yang pada tiap sisinya diikatkan pada tiang dengan kedalaman satu setengah meter. “Bagi yang ingin berbisnis lele dan tidak memiliki lahan yang memadai, tidak perlu khawatir, cara ini dapat dilakukan, sayapun juga menggunakan cara seperti ini,” tutur Frangky menyarankan.
Awalnya, ia merasa kesulitan berternak Lele Sangkuriang karena belum tahu caranya. Dari 1000 bibit yang dibeli semuanya mati dalam waktu singkat. Padahal telah banyak referensi buku dan artikel yang ia baca dari buku ataupun internet tentang cara berternak lele.
“Buku itu menganjurkan, bibit yang telah dibeli, dituangkan dalam kolam yang sudah berisi air. Lalu saya praktikan, ternyata semua lele yang saya beli mati. Dari situ saya menyimpulkan ternyata teori dengan praktiknya berbeda,” tuturnya.
Frangky mengakui, karena belum mengetahui cara berternak lele, menjadi penyebab matinya semua bibit lele yang telah Frangky beli. “Bibit yang kami belipun belum layak dijadikan bibit karena ukurannya hanya sekitar 3-4 cm. Seharusnya bibit yang layak ukurannya sekitar 4-6 cm. Ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh lele. Makanan yang kami beripun pada waktu itu pelet. Dari makanannya saja sudah salah, bagaimana lele mau bertahan hidup,” aku Frangky.
Beruntung Frangky dan timnya kenal dengan dosen perikanan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta. Setelah berkonsultasi dengannya, ia pun menganjurkan agar Frangky dan timnya mengunjungi peternakan lele yang cukup besar di daerah Gadog.
“Kamipun pergi kesana. Saat kami mau membeli lele, sang pemilik kolam tidak mengijinkan dengan alasan kami belum tahu cara berternak lele. Akhirnya, kami diajari cara berternak lele yang benar. Setelah dua kali kami ke sana untuk belajar, akhirnya pada kunjungan ketiga, sang pemilik mengijinkan kami untuk membeli. Banyak pelajaran yang kami dapat dari sana,” tandas Frangky.
Sang pemilik kolam yang ditemuinya di Gadog mengajarkan Frangky agar membuat wadah terlebih dahulu sebelum mencemplungkan lele ke dalam kolam. Caranya, kata Frangky, kolam yang sudah berisi air diletakkan pupuk kandang (kotoran kambing) sebanyak lima kg, lalu ditambah garam satu sendok dan zat kimia, kemudian didiamkan selama delapan hari. Setelah timbul plankton, lanjut Frangky, baru lele dicemplungkan. Plankton tersebut berguna untuk mengatur kadar keasaman air.
Frangky mengakui, pengetahuan yang ia peroleh selama di Gadog sangat berguna dalam pengembangan usaha lele miliknya. Sekarang usaha yang dirintisnya sudah berkembang. Kini, dari 1.000 bibit lele yang ia beli, satupun tidak ada yang mati. “Setelah enam minggu berjalan, ukuran lele sudah sekitar 11 cm, rencananya kami panen tiga bulan lagi, sekitar pertengahan Juli,” katanya dengan penuh optimis.
Mengenai pemasaran lele tersebut, Frangky mengatakan, akan menawarkan kepada warung-warung tenda pecel lele yang ada di pinggir jalan dan pasar di sekitar rumahnya yang membutuhkan pasokan lele secara rutin. “ Semua berawal dari yang kecil, lakukan yang terbaik dari yang kecil dan focus dalam membangun usaha,” ujar Frangky.
Hal ini ditanggapi positif oleh Kepala Biro Kemahasiswaa, Djainul Djumadin. Katanya, upaya Frangki dan timnya dapat ditiru oleh mahasiswa lain. Mental dan keterampilan kewirausahaan harus dibangun. “Seharusnya pola fakir mahasiswa tidak hanya mencari kerja tetapi juga harus bisa membuka lapangan kerja. Lulusan perguruan tinggi harus dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar,” papar Djainul.
Menurutnya, Upaya yang dilakukan Frangky sejalan dengan misi Unas dalam mencetak para wirausahawan muda yang handal dengan memasukkan mata kuliah kewirausahaan ke dalam kurikulum semua program studi diploma dan S1. Langkah berikutnya adalah memfasilitasi praktek kewirausahaan melalui ekspo dan koperasi. Unas telah mencanangkan untuk membina kemitraan yang lebih aktif antara wirausaha mahasiswa dengan wirausaha yang telah mapan.
“Biro Kemahasiswaan telah membina lima kelompok wirausaha mahasiswa antara lain usaha jamur, batako dari limbah got, usaha koktail dan lidah buaya, pupuk organik dan perangkat lunak pembelajaran secara praktik,” tutup Djainul.
*Sumber Universitas Nasional
Prospek cerah usaha lele tidak disia-siakan oleh Franky Maradonna, mahasiswa Program Studi Administrasi Negara. Bersama dua orang kerabatnya Angga Susanto, mahasiswa Program Studi Administrasi Negara dan Putry Nurhaeni, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, merekapun memulai bisnis ini.
Ketiadaan modal, tak melunturkan semangat mereka. Program Kegiatan Mahasiswa Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), jadi kesempatan untuk mengajukan proposal kewirausahaan mengenai ternak Lele Sangkuriang di lahan sempit dengan pengelolaan limbah organik. Karena dinilai konsep yang dibuat baik dan usaha yang ingin dirintis adalah usaha produktif, Dikti pun menerima proposal tersebut. Kini mereka mendapatkan dana hibah untuk merintis usaha.
Saat ditanya kenapa Lele Sangkuriang yang diternak, Frankypun menjawab, “Lele Sangkuriang selain proses pembesaran lebih cepat dibandingkan dengan lele yang lain, pakannyapun juga lebih mudah bisa menggunakan limbah peternakan, limbah pemindangan, dan limbah pabrik roti dengan harga murah, sehingga biaya pemberian pakan dapat berkurang dan menghasilkan keuntungan yang besar,” paparnya.
Ternak lele, lanjut Frangky, tidak membutuhkan banyak oksigen seperti ikan Gurame. Airnya pun tidak harus pada air yang mengalir. Kolam lele tidak harus menggunakan tanah yang digali tetapi dapat menggunakan terpal berukuran 2x3 yang pada tiap sisinya diikatkan pada tiang dengan kedalaman satu setengah meter. “Bagi yang ingin berbisnis lele dan tidak memiliki lahan yang memadai, tidak perlu khawatir, cara ini dapat dilakukan, sayapun juga menggunakan cara seperti ini,” tutur Frangky menyarankan.
Awalnya, ia merasa kesulitan berternak Lele Sangkuriang karena belum tahu caranya. Dari 1000 bibit yang dibeli semuanya mati dalam waktu singkat. Padahal telah banyak referensi buku dan artikel yang ia baca dari buku ataupun internet tentang cara berternak lele.
“Buku itu menganjurkan, bibit yang telah dibeli, dituangkan dalam kolam yang sudah berisi air. Lalu saya praktikan, ternyata semua lele yang saya beli mati. Dari situ saya menyimpulkan ternyata teori dengan praktiknya berbeda,” tuturnya.
Frangky mengakui, karena belum mengetahui cara berternak lele, menjadi penyebab matinya semua bibit lele yang telah Frangky beli. “Bibit yang kami belipun belum layak dijadikan bibit karena ukurannya hanya sekitar 3-4 cm. Seharusnya bibit yang layak ukurannya sekitar 4-6 cm. Ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh lele. Makanan yang kami beripun pada waktu itu pelet. Dari makanannya saja sudah salah, bagaimana lele mau bertahan hidup,” aku Frangky.
Beruntung Frangky dan timnya kenal dengan dosen perikanan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta. Setelah berkonsultasi dengannya, ia pun menganjurkan agar Frangky dan timnya mengunjungi peternakan lele yang cukup besar di daerah Gadog.
“Kamipun pergi kesana. Saat kami mau membeli lele, sang pemilik kolam tidak mengijinkan dengan alasan kami belum tahu cara berternak lele. Akhirnya, kami diajari cara berternak lele yang benar. Setelah dua kali kami ke sana untuk belajar, akhirnya pada kunjungan ketiga, sang pemilik mengijinkan kami untuk membeli. Banyak pelajaran yang kami dapat dari sana,” tandas Frangky.
Sang pemilik kolam yang ditemuinya di Gadog mengajarkan Frangky agar membuat wadah terlebih dahulu sebelum mencemplungkan lele ke dalam kolam. Caranya, kata Frangky, kolam yang sudah berisi air diletakkan pupuk kandang (kotoran kambing) sebanyak lima kg, lalu ditambah garam satu sendok dan zat kimia, kemudian didiamkan selama delapan hari. Setelah timbul plankton, lanjut Frangky, baru lele dicemplungkan. Plankton tersebut berguna untuk mengatur kadar keasaman air.
Frangky mengakui, pengetahuan yang ia peroleh selama di Gadog sangat berguna dalam pengembangan usaha lele miliknya. Sekarang usaha yang dirintisnya sudah berkembang. Kini, dari 1.000 bibit lele yang ia beli, satupun tidak ada yang mati. “Setelah enam minggu berjalan, ukuran lele sudah sekitar 11 cm, rencananya kami panen tiga bulan lagi, sekitar pertengahan Juli,” katanya dengan penuh optimis.
Mengenai pemasaran lele tersebut, Frangky mengatakan, akan menawarkan kepada warung-warung tenda pecel lele yang ada di pinggir jalan dan pasar di sekitar rumahnya yang membutuhkan pasokan lele secara rutin. “ Semua berawal dari yang kecil, lakukan yang terbaik dari yang kecil dan focus dalam membangun usaha,” ujar Frangky.
Hal ini ditanggapi positif oleh Kepala Biro Kemahasiswaa, Djainul Djumadin. Katanya, upaya Frangki dan timnya dapat ditiru oleh mahasiswa lain. Mental dan keterampilan kewirausahaan harus dibangun. “Seharusnya pola fakir mahasiswa tidak hanya mencari kerja tetapi juga harus bisa membuka lapangan kerja. Lulusan perguruan tinggi harus dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar,” papar Djainul.
Menurutnya, Upaya yang dilakukan Frangky sejalan dengan misi Unas dalam mencetak para wirausahawan muda yang handal dengan memasukkan mata kuliah kewirausahaan ke dalam kurikulum semua program studi diploma dan S1. Langkah berikutnya adalah memfasilitasi praktek kewirausahaan melalui ekspo dan koperasi. Unas telah mencanangkan untuk membina kemitraan yang lebih aktif antara wirausaha mahasiswa dengan wirausaha yang telah mapan.
“Biro Kemahasiswaan telah membina lima kelompok wirausaha mahasiswa antara lain usaha jamur, batako dari limbah got, usaha koktail dan lidah buaya, pupuk organik dan perangkat lunak pembelajaran secara praktik,” tutup Djainul.
*Sumber Universitas Nasional
Senin, 24 Mei 2010
//
Label:
Berita Terbaru
//
42
komentar
//
Tahukah anda tentang ikan lele raksasa yang suka memangsa manusia dan hidup di dasar samudera seperti halnya Ikan Hiu? Silahkan anda simak kisah-kisah yang menceritakan tentang keberadaan ikan predator raksasa sejenis Catfish (ikan lele) yang hidup di air tawar dan ternyata juga doyan menyantap daging manusia.
1. Goonch Fish - Lele Pemakan Bangkai
Great Kali Gandaki River adalah sebuah sungai yang letaknya di perbatasan antara India dan Nepal. Alirannya bersumber dari sumber air di Pegunungan Himalaya di ketinggian 3600 dpl. Sungai ini sangat indah dan keindahannya sudah tak perlu diragukan lagi. Tetapi ada suatu legenda menakutkan tentang monster pemakan manusia dan menghantui desa-desa yang berada di kawasan ini. Hal itu menyebabkan penduduk tidak mau mandi ataupun bermain di sekitar sungai itu.
Kejadian pertama kali yang mengawali teror ganas dari mahluk penghuni sungai itu terjadi di bulan April tahun 1988. Seorang pemuda Nepal ketika baru saja masuk ke dalam sungai, tiba-tiba langsung ditarik oleh “sesuatu” dan lenyap begitu saja. Tiga bulan sejak kejadian itu, seorang anak laki-laki yang sedang mandi di Sungai Kali bersama dengan ayahnya, tiba-tiba di serang dan di seret kedalam air. Sang ayah hanya bisa berteriak dan tak dapat melakukan apa-apa.
Sejak kejadian-kejadian misterius itu itu, kejadian seperti ini terjadi berkali-kali hingga menghantui para penduduk yang bertempat tinggal di sekitar aliran Sungai Kali. Bahkan beberapa tahun belakangan ini, laporan tentang hilangnya penduduk yang mandi di Sungai Kali makin meningkat. Penduduk semakin bingung dan mulai berargumentasi tentang jenis mahluk yang tinggal di situ. Beberapa penduduk percaya ada sekumpulan buaya yang hidup di sungai itu. Namun setelah diselidiki, ternyata tidak ada buaya yang hidup di daerah itu.
Terakhir, pada tahun 2007, seorang pemuda Nepal berumur 18 tahun yang sedang berenang di sungai itu ditarik oleh monster misterius dan lenyap begitu saja dari permukaan air. Menurut saksi mata yang menyaksikan kejadian itu, bentuk monster itu seperti babi berukuran sangat besar.
Rasa penasaran penduduk akhirnya terjawab ketika seorang ahli biologist dari Inggris bernama Jeremy Wade melakukan penelitian di Sungai Kali dan menemukan jawaban yang mengejutkan.
Wade menemukan kenyataan bahwa monster pemakan manusia itu ternyata adalah sejenis ikan lele raksasa (Giant Cat Fish) yang telah mengalami perubahan DNA karena sering memakan mayat yang dihanyutkan ke sungai setelah terlebih dahulu dibakar dalam acara ritual pemakaman tradisional masyarakat setempat yang dikenal dengan nama Ritual Bagmati.
“Ikan jenis ini merupakan jenis ikan endemis sungai ini. Namun, karena telah puluhan tahun menyantap daging mayat yang dihanyutkan melalui sungai, ikan ini berubah secara genetik menjadi jauh lebih besar dari ukuran sebenarnya. Mereka menjadi ketagihan, dan mulai menjadikan daging manusia menjadi menu utama. Jadi jika lama tidak ada ritual pemakaman, ikan ini menjadi ganas dan menyerang manusia,” Wade menjelaskan.
Dalam penelitiannya, Jeremy Wade juga berhasil menangkap seekor ikan lele pemangsa daging manusia dengan ukuran 1,8 meter dan berat berkisar 73 kilogram. Menurut Wade jika ikan dengan ukuran sebesar itu ketika menyerang manusia di dalam air, maka sedikit sekali kemungkinan korbannya untuk menyelamatkan diri. Wade lalu menamakan ikan lele raksasa itu dengan nama Goonch Fish.
Perjalanan penelitian Jeremy Wade saat menyelidiki ikan lele pemakan manusia di Sungai Kali telah di dokumentasikan dan ditayangkan perdana di salah satu stasiun televisi Inggris dengan judul “Monster Air Pemakan Daging Manusia”.
2. Pemangsa dari Huadu’s Furong
Ternyata, bukan hanya di Great Kali Gandaki River saja yang terdapat jenis ikan lele raksasa. Baru-baru ini di Waduk Huadu’s Furong-China, terjadi peristiwa yang menggemparkan! Selama ini, dalam kurun waktu setahun selalu saja terjadi beberapa kasus orang yang tenggelam dan hilang secara misterius di waduk tersebut.
Namun tak lama akhirnya misteri itu terjawab sudah. Penduduk setempat akhirnya berhasil menangkap seekor ikan lele raksasa yang ukuran panjang badannya mencapai 3 meter dan lebar kepala berkisar 1 meter. Yang lebih mengejutkan lagi, ketika masyarakat membelah perut ikan itu, mereka menemukan “sisa-sisa” seorang lelaki di dalam tubuh ikan itu!
Namun, karena pemerintah lokal khawatir jika insiden ini akan berdampak pada kepariwisataan daerah itu, maka mereka berusaha keras agar peristiwa itu tidak terpublikasi secara luas. Tapi beberapa turis sempat datang dan mengabadikan gambar ikan lele pemangsa manusia dengan ponsel mereka.
Beberapa kalangan beranggapan ikan ini adalah ikan jenis Waking Catfish atau clarius batrachus (ikan lele berjalan). Namun belum ada yang dapat menjelaskan bagaimana mungkin ikan lele yang berukuran centimeter bisa menjadi begitu besar.
Saat ini masyarakat lokal maupun turis asing tidak diperbolehkan berenang di Waduk Huadu’s Furong. Orang banyak memperkirakan masih ada ikan sejenis yang hidup di waduk itu, siap memangsa orang yang berenang di situ.
3. Raksasa Sungai Mekong
Sungai Mekong dikenal sebagai salah satu sungai utama di dunia yang banyak menyimpan berbagai jenis ikan-ikan raksasa. Sungai Mekong merupakan sungai terpanjang ke-12 di dunia, dan ke-10 terbesar dalam volume (melepas 475km³ air setiap tahunnya), sungai ini mengisi wilayah seluas 795.000 km² mulai dari Tibet dia mengalir melalui China provinsi Yunnan, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Semua kecuali China dan Myanmar masuk ke dalam Komisi Sungai Mekong. Karena variasi musim yang sangat berbeda dalam aliran dan adanya “rapid” dan air terjun membuat navigasi sangat sulit.
Menurut para peneliti, sungai ini adalah rumah dari berbagai jenis ikan raksasa air tawar. Yang paling terkenal adalah Mekong Giant Cat Fish. Jenis ikan lele raksasa ini memang hidup disepanjang aliran Sungai Mekong yang melintasi beberapa negara di Asia tersebut.
Pada tahun 2005, seorang nelayan Muangthai berhasil menangkap ikan lele raksasa sebesar beruang Grizzly di Sungai Mekong. Ukuran ikan ini berkisar 2,7 Meter dengan berat mencapai 646 pon.
Memang penangkapan ikan lele berukuran raksasa di Sungai Mekong bukanlah hal yang aneh. Sudah berulang kali nelayan setempat mendapatkan ikan lele berukuran raksasa di sungai itu. Namun sepertinya belum ada yang menyamai ukuran ikan lele yang ditangkap nelayan Muangthai tersebut.
Berbeda dengan kasus di Sungai Kali di Nepal dan Waduk Huadu’s Forung di China, tidak ada laporan yang menyebutkan bahwa ikan lele raksasa di Sungai Mekong adalah pemangsa manusia.
IUCN (International Union for Conservation of Nature), sebuah badan dunia yang bergerak di bidang konservasi sumberdaya alam telah menyimpan dan memasukkan data keberadaan ikan lele raksasa dari Sungai Mekong sebagai jenis satwa air yang langka dan menuju kepunahan. Jenis ikan lele raksasa ini, juga telah menarik perhatian WWF (Worl Wildlife Fund) dan National Geografic Society. Kedua organisasi ini sedang bersama-sama menyusun rencana perlindungan terhadap jenis ikan itu.
Memang menakutkan jika kita membayangkan keberadaan raksasa-raksasa air tawar pemangsa daging manusia tersebut. Kita sekarang tentu akan menjadi was-was jika berenang di sungai maupun danau air tawar. Namun pertanyaannya adalah bagaimana mereka bisa menjadi kanibal dan doyan makan manusia. Apakah mereka yang mengganggu manusia, atau malah manusia yang mengusik habitat mereka???
Di sisi lain ikan lele raksasa itu juga mempunyai hak untuk hidup. Sebab bukan tidak mungkin, mereka adalah sisa-sisa zaman prasejarah yang harus diteliti dan dilestarikan keberadaannya untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
*Sumber: http://aztecboyzonic.blogspot.com/2010/02/lele-raksasa.html
Sabtu, 22 Mei 2010
//
Label:
Tahukah Anda?
//
9
komentar
//
Mungkin anda bertanya-tanya "Mengapa anda harus membeli benih dari kami? Bukankah masih banyak petani lele lainnya yang mampu menyediakan benih lele sangkuriang?" Hal itu wajar anda tanyakan, karena sebagai konsumen, anda pasti ingin mengetahui apa saja kelebihan kami dan benih yang kami produksi dibandingkan dengan yang lain. Oke, berikut ini adalah penjelasan kami:
- Partner kami adalah petani lele yang berpengalaman dalam menyediakan bibit lele sangkuriang berkualitas dan kami sendiri telah berpengalaman di bidang pemasaran melalui internet (internet marketing). Jadi, kami benar-benar berkompeten dibidangnya masing-masing
- Induk lele sangkuriang yang kami miliki adalah induk asli koleksi BBAT (Balai Budidaya Air Tawar) Pemerintah yang sudah bersertifikat nasional Indonesia (SNI)
- Induk dikawinkan sendiri secara alami, bebas hormon, jadi sangat aman untuk dikonsumi
- Harga yang kami tawarkan terjangkau dan minimum order hanya 10.000 ekor
- Kami menjual secara online, sehingga anda tidak perlu datang ke empang dan itu akan sangat menghemat waktu serta uang anda
- Kami SIAP mengirim ke seluruh Indonesia
- GRATIS konsultasi melalui Email dan SMS
Untuk kolamnya sendiri, partner kami ada yang menggunakan kolam tanah tak berlumpur dengan diberi masukan air baru dan diberi udara aerotor serta ada pula yang menggunakan kolam terpal. Untuk kolam tanah, selalu dikuras tiap 2 minggu sehingga bebas bau lumpur dan kaya akan oksigen karena diberi udara aerotor. Alasan dipilihnya kolam tanah adalah supaya pakan alami mudah tumbuh sehingga bisa sedikit menghemat pakan.
Kami ingin membantu para petani lele yang merasa kesulitan dalam memperoleh bibit lele sangkuriang, maka dari itu kami menawarkan Harga Benih yang Terjangkau dan kami SIAP mengirim ke seluruh Indonesia.
Minimum order untuk pembelian bibit lele sangkuriang hanya 10.000 ekor
Jadi, apalagi yang anda tunggu? Segera klik halaman pemesanan kami untuk membeli bibit lele sangkuriang yang berkualitas!
Kamis, 20 Mei 2010
//
Label:
About Us
//
17
komentar
//
Mungkin anda pernah membaca di koran atau menonton berita tentang mereka berdua, Nasrudin (61) dan Ade (32). Mereka berdua adalah pengusaha lele yang sama-sama berasal dari Bogor, Jawa Barat. Sebenarnya Nasrudin lah yang menginspirasi Ade untuk turut menjadi pengusaha lele. Awalnya Nasrudin beternak lele dengan benih sekitar 100.000 ekor lele sangkuriang pada tahun 2001 dan dia mendapatkan benih tersebut dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Kini berkat ketekunan Nasrudin, dia mampu membesarkan lele dengan tekhnik yang jitu dan juga mampu mengobati lele yang terserang penyakit, seperti radang kulit, dengan obat herbal ramuannya sendiri.
Nasrudin mulai dijuluki "Letkol" oleh para pembudidaya lele dan warga desanya, yang kepanjangannya adalah Lele Kolam. Dia dikenal tidak segan-segan untuk membagi pengetahuannya seputar budidaya lele kepada mereka yang ingin serius belajar tentang budidaya lele. Nasrudin bersama kelompok pembenih lele sangkuriang lainnya mengaku ingin memproduksi sekitar 1,5 juta benih lele sangkuriang setiap bulan agar bisa memasok anggota kelompok budidaya lele sangkuriang yang saat ini jumlahnya 50 orang. Dia berharap dengan produksi benih sebanyak itu, akan mampu memenuhi kebutuhan lele di Jakarta. Perlu anda ketahui, untuk wilayah Jabotabek saja kebutuhan lele mencapai hingga 75 ton sehari dan pemasoknya berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Masa depan budidaya lele cukup cerah sebab Muhamad Abduh Nur Hidayat, anggota staf Ditjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, mengatakan bahwa ikan lele akan dijadikan komoditas ketahanan pangan. Untuk konsepnya sendiri sedang dipersiapkan.
Sementara itu cerita Ade beda lagi, awalnya ayah Ade yang bernama Muchtar (59) yang beralih profesi sebagai pembenih lele mendapat informasi tentang Nasrudin sang pengusaha lele yang sukses dari Bogor. Akhirnya datanglah Muchtar ke tempat Nasrudin untuk bertemu. Setelah pertemuan itu Muchtar menyuruh anaknya yaitu Ade, Wawan, dan Trimulyana untuk belajar mengenai pembenihan lele kepada Nasrudin.
Sepulang dari pelatihan tersebut, Ade langsung menerapkan semua jurus-jurus jitu cara memelihara, memberikan pakan, dan mengatasi penyakit ikan secara tepat. Dan sekarang usahanya sudah jauh berkembang karena dia memberi perlakuan khusus untuk menekan angka kematian benih. Ade mengaku kini lebih berkonsentrasi di bidang pembenihan.
Nasrudin mulai dijuluki "Letkol" oleh para pembudidaya lele dan warga desanya, yang kepanjangannya adalah Lele Kolam. Dia dikenal tidak segan-segan untuk membagi pengetahuannya seputar budidaya lele kepada mereka yang ingin serius belajar tentang budidaya lele. Nasrudin bersama kelompok pembenih lele sangkuriang lainnya mengaku ingin memproduksi sekitar 1,5 juta benih lele sangkuriang setiap bulan agar bisa memasok anggota kelompok budidaya lele sangkuriang yang saat ini jumlahnya 50 orang. Dia berharap dengan produksi benih sebanyak itu, akan mampu memenuhi kebutuhan lele di Jakarta. Perlu anda ketahui, untuk wilayah Jabotabek saja kebutuhan lele mencapai hingga 75 ton sehari dan pemasoknya berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Masa depan budidaya lele cukup cerah sebab Muhamad Abduh Nur Hidayat, anggota staf Ditjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, mengatakan bahwa ikan lele akan dijadikan komoditas ketahanan pangan. Untuk konsepnya sendiri sedang dipersiapkan.
Sementara itu cerita Ade beda lagi, awalnya ayah Ade yang bernama Muchtar (59) yang beralih profesi sebagai pembenih lele mendapat informasi tentang Nasrudin sang pengusaha lele yang sukses dari Bogor. Akhirnya datanglah Muchtar ke tempat Nasrudin untuk bertemu. Setelah pertemuan itu Muchtar menyuruh anaknya yaitu Ade, Wawan, dan Trimulyana untuk belajar mengenai pembenihan lele kepada Nasrudin.
Sepulang dari pelatihan tersebut, Ade langsung menerapkan semua jurus-jurus jitu cara memelihara, memberikan pakan, dan mengatasi penyakit ikan secara tepat. Dan sekarang usahanya sudah jauh berkembang karena dia memberi perlakuan khusus untuk menekan angka kematian benih. Ade mengaku kini lebih berkonsentrasi di bidang pembenihan.
Rabu, 19 Mei 2010
//
Label:
Kisah Sukses
//
28
komentar
//
Sebelum memesan, pastikan dulu anda telah membaca tentang harga bibit lele sangkuriang yang terbaru dan ongkos pengiriman-nya. Setelah anda yakin untuk memesan bibit lele sangkuriang dari kami, maka langkah selanjutnya anda harus mengisi formulir di bawah ini dengan informasi yang jelas dan benar karena kami sangat mengutamakan Profesionalitas dan keamanan transaksi di Internet demi kenyamanan kita bersama.
PERHATIAN: Setelah anda mengisi formulir dan menekan tombol "Submit", tunggu beberapa saat hingga formulir anda benar-benar terkirim. Apabila formulir anda terkirim dengan benar maka akan muncul pemberitahuan jika formulir telah terkirim. Untuk mempercepat proses pembelian, setelah formulir terkirim segera kirimkan SMS ke 085645218055 dengan isi "Konfirmasi Pembelian".
PERHATIAN: Setelah anda mengisi formulir dan menekan tombol "Submit", tunggu beberapa saat hingga formulir anda benar-benar terkirim. Apabila formulir anda terkirim dengan benar maka akan muncul pemberitahuan jika formulir telah terkirim. Untuk mempercepat proses pembelian, setelah formulir terkirim segera kirimkan SMS ke 085645218055 dengan isi "Konfirmasi Pembelian".
Selasa, 18 Mei 2010
//
Label:
Pemesanan
//
9
komentar
//
Profil Kami
Kami telah bekerja sama dengan petani lele yang sudah berpengalaman dalam menyediakan bibit lele sangkuriang, kini ingin melebarkan jangkauan pemasaran kami melalui Internet. Kami fokus ke pemasaran dan partner kami fokus ke produksi bibit lele sangkuriang. Induk sangkuriang yang kami miliki adalah induk asli koleksi BBAT (Balai Budidaya Air Tawar) Pemerintah yang sudah bersertifikat nasional Indonesia (SNI). Kami ingin membantu para petani lele yang merasa kesulitan dalam memperoleh bibit lele sangkuriang, maka dari itu kami menawarkan Harga Benih yang Terjangkau dan kami SIAP mengirim ke seluruh Indonesia.